Monday, October 1, 2012

PALU DI KALIMANTAN?


SAYA yakin sebagian dari kita pernah mengalami peristiwa mengkonsumsi berita di media massa, baik cetak maupun elektronik, yang salah menulis atau menyebut Palu –paling sering di Sulawesi Tenggara, mungkin karena penyebutan tengah dan tenggara secara auditif terasa dekat, atau seperti judul di atas, di Kalimantan (Suara Pembaruan,10/5/2012, Festival Film Solo, Munculnya Sineas Muda dari Daerah).

Media-media massa yang seringkali salah itu adalah media-media massa yang terbit atau siaran di Jakarta. Dan tanggapan kita bisa beraneka. Saya suka bertanya pada diri saya sendiri, apakah waktu sekolah sebagian orang lain dapat pelajaran geografi, dan sebagian yang lain tidak? Atau apakah jurnalisme kita memang suka luput pada soal-soal akurasi dan ricek data? Atau apakah Palu, kota tempat saya tinggal memang tak dikenal di luar?

Zaman saya kuliah di Bandung, sebagian besar kawan saya mengenal Sulawesi itu isinya Makassar, Toraja, Manado. Setelah paham, pertanyaan lanjutannya biasanya begini, “dari Poso jauh ndak?”

Saya menduga, kota-kota tetangga yang terakhir saya sebut dikenal karena wisata, sejarah, laku budaya. Beberapa produk kesenian populer yang ditandai oleh bahasa untuk kepentingan menampilkan sisi lain Indonesia pun menegaskan itu. Untuk menyebut salah satunya adalah anda tentu masih ingat iklan layanan masyarakat untuk pemilihan umum 2004 karya Garin Nugroho yang “inga-inga” khas Manado itu.

Percakapan-percakapan di sinetron atau reality show juga menghadirkan sosok dengan logat-logat kental Makassar, atau Sunda, atau Madura,, atau Medan, Padang, atau Ambon, atau Papua. Sekalipun sayangnya seringkali hanya jadi objek jenaka yang seringkali pula tak mencerahkan.

Pada cerita zaman saya kuliah mengenal Palu dengan penanda Poso, asumsi saya menguat pada soal bahwa persepsi konflik jauh lebih tampil di permukaan dibanding isu positif lainnya yang harus dikabarkan.

Buat saya ini soal persepsi. Dalam konteks personal, serupa rasa ingin tahu pandangan orang lain atas kita, saya. Tentu saja kita ingin persepsi orang lain atas kita positif. Pun ketika kita menarik konteks ini pada skala ruang yang lebih besar, kota. Sebagai warga Palu, tentu saya ingin tahu persepsi atas kota tempat saya tinggal ini dari media massa, dari kawan-kawan di luar kota di Indonesia bahkan kawan-kawan pribumi dan non pribumi yang bisa dihitung . Kita ingin tahu persepsi atas kota ini oleh Jakarta, oleh elit politik dan elit bisnis ibukota.

Soal persepsi itu penting rasanya benar. Tapi seberapa penting persepsi itu buat saya, itulah yang tidak saya ketahui dengan pasti. Malah saya pikir tak penting-penting amat. Jauh lebih penting menyiapkan diri sebagai orang baik, warga kota yang baik, dan tetap membangun harapan, pemerintah yang mengurusi kota ini juga berusaha untuk menyiapkan diri menjadi lebih baik. Beberapa kawan lain di luar Palu, di kota dan desa lain di luar sana saya yakin juga tak merasa persepsi atas mereka penting-penting amat.    

Saya yakin tak ada niat sengaja ingin salah dalam menyaji berita. Tapi ada yang bisa didiskusikan dari sana, tentang alam bawah sadar kita berbangsa.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih, telah berkunjung ke blog saya

Postingan Sebelumnya..