Monday, October 1, 2012

GOT

Got depan kantor BRI, jalan WR. Monginsidi

SATU hal yang paling tidak menarik dari kota ini (Palu) selain sampah adalah got, selokan di sisi-sisi jalan.

Saat ini tak perlu menunggu hujan datang. Air-air buangan dari rumah, toko, kantor, yang harusnya mengalir di got dan akan bermuara ke sungai dan akhirnya laut, sekarang lebih banyak mengalir ke bahu jalan, membuat genangan, dan akhirnya sudah bisa dipastikan akan merusak jalan.

Got-got mampet dengan bau tak sedap. Penyakit mengancam. Jalan-jalan rusak. Dan kita merasa tak ada yang aneh dari sana.

Mengutip filsuf Heraklitos, Phanta Rhei, tentang mengalir seperti air dan tak ada yang statis, pun got seperti itulah adanya, air senantiasa mencari permukaan yang lebih rendah dan senantiasa bergerak sesuai massa air. Apa yang terjadi dengan got-got di banyak jalan-jalan di Kota Palu? Yang khas dan yang langsung terlihat dari sana adalah got-got yang tertutup permanen oleh cor semen. Got-got dibuatkan atapnya, tak dibuat buka tutup untuk kebutuhan membersihkan got itu suatu saat.

Di kawasan-kawasan sibuk kendaraan, got-got tertutup rapat tak kelihatan. Soalnya kemudian, tak hanya air yang menghuni got. Sampah-sampah padat juga ada di sana dan berakumulasi, hingga pada saat-saat tertentu menutup jalur got. Dan Phanta Rei, air luber ke sisi lain yang bisa dia lewati, jalan.

Sebagai contoh, lihat saja sepanjang jalan Haji Hayyun lalu Ki Maja. Yang lain yang lagi dikeluhkan banyak orang, di sepanjang jalan SIS Aljufri. Ada jalan yang malah sepertinya sudah dimaklumi saja punya fungsi ganda, tak hanya sebagai jalan, tapi juga sekalian got. Untuk ini, mari kita tengok satu bagian di jalan Mangunsarkoro.

Got depan kantor Kelurahan Ujuna

Kalau kota adalah sebuah sistem, saya meyakini satu sub sistem penting untuk mendukung kota sebagai sistem itu adalah got, selain tentu saja warga yang tinggal atau berusaha dan di tempat tinggal atau usahanya itu ada got, dan negara (pemerintah daerah). Melalui tulisan ini, saya ingin bertanya, dimana dinas-dinas terkait yang mengurusi teknis got ini. Di mana tata ruang, di mana pekerjaan umum, di mana lurah, di mana camat. Di mana pula warga.

Ini belum soal koordinasi mengurusi got. Ada kawan yang pernah bercerita pada saya. Di satu bilangan jalan, got bisa dikerjakan oleh lebih dari satu instansi lintas kepentingan sejak administrasi hingga bisnis. Apa yang terjadi? Perencanaannya sepotong-sepotong, tak seiring sejalan. Arus air got pun mengikuti perencanaan birokrasi dan kontraktor.  

Sudahlah, sudah banyak got yang ditutup permanen. Buat  saya sekarang yang terpenting adalah kewibawaan birokrasi untuk tegas membongkar atap permanen got, dan kesadaran tingkat tinggi warga untuk tak menutup gotnya secara permanen. Tutup bisa untuk kebutuhan akses, misalnya. Tapi tidak ditutup permanen. Titik.

Sudah ditutup, tak dibersihkan pula. Saya sering lihat ada orang-orang terpidana dari lembaga pemasyarakatan yang turun ke jalan-jalan bekerja sambil diawasi sipirnya untuk membersihkan trotoar (pedestrian) termasuk got. Situasi yang benar-benar aneh menurut saya. Dimana orang-orang yang tinggal dan berusaha yang trotoar dan gotnya dibersihkan itu? Pegawai negeri juga pernah saya lihat melakukan seperti itu dalam apa yang disebut sebagai kerja bakti. Aneh!    

Sampah dari got yang luber ke jalan Pue Bongo - Sis Aldjufri, beberapa waktu yang lalu

Tapi satu hal yang paling menarik dari kota ini (Palu) adalah tantangan bagi kita semua untuk memperlakukan got di tempat kita tinggal, bekerja, berusaha, dengan baik. Semoga!

No comments:

Post a Comment

Terima kasih, telah berkunjung ke blog saya

Postingan Sebelumnya..