Got depan kantor BRI, jalan WR. Monginsidi |
SATU hal yang paling tidak
menarik dari kota ini (Palu) selain sampah adalah got, selokan di sisi-sisi
jalan.
Saat ini tak perlu
menunggu hujan datang. Air-air buangan dari rumah, toko, kantor, yang harusnya
mengalir di got dan akan bermuara ke sungai dan akhirnya laut, sekarang lebih
banyak mengalir ke bahu jalan, membuat genangan, dan akhirnya sudah bisa
dipastikan akan merusak jalan.
Got-got mampet dengan bau
tak sedap. Penyakit mengancam. Jalan-jalan rusak. Dan kita merasa tak ada yang
aneh dari sana.
Mengutip filsuf Heraklitos,
Phanta Rhei, tentang mengalir seperti air dan tak ada yang statis, pun got
seperti itulah adanya, air senantiasa mencari permukaan yang lebih rendah dan
senantiasa bergerak sesuai massa air. Apa yang terjadi dengan got-got di banyak
jalan-jalan di Kota Palu? Yang khas dan yang langsung terlihat dari sana adalah
got-got yang tertutup permanen oleh cor semen. Got-got dibuatkan atapnya, tak
dibuat buka tutup untuk kebutuhan membersihkan got itu suatu saat.
Di kawasan-kawasan sibuk
kendaraan, got-got tertutup rapat tak kelihatan. Soalnya kemudian, tak hanya
air yang menghuni got. Sampah-sampah padat juga ada di sana dan berakumulasi,
hingga pada saat-saat tertentu menutup jalur got. Dan Phanta Rei, air luber ke
sisi lain yang bisa dia lewati, jalan.
Sebagai contoh, lihat saja
sepanjang jalan Haji Hayyun lalu Ki Maja. Yang lain yang lagi dikeluhkan banyak
orang, di sepanjang jalan SIS Aljufri. Ada jalan yang malah sepertinya sudah
dimaklumi saja punya fungsi ganda, tak hanya sebagai jalan, tapi juga sekalian got.
Untuk ini, mari kita tengok satu bagian di jalan Mangunsarkoro.
Got depan kantor Kelurahan Ujuna |
Kalau kota adalah sebuah sistem,
saya meyakini satu sub sistem penting untuk mendukung kota sebagai sistem itu
adalah got, selain tentu saja warga yang tinggal atau berusaha dan di tempat
tinggal atau usahanya itu ada got, dan negara (pemerintah daerah). Melalui
tulisan ini, saya ingin bertanya, dimana dinas-dinas terkait yang mengurusi
teknis got ini. Di mana tata ruang, di mana pekerjaan umum, di mana lurah, di mana
camat. Di mana pula warga.
Ini belum soal koordinasi
mengurusi got. Ada kawan yang pernah bercerita pada saya. Di satu bilangan
jalan, got bisa dikerjakan oleh lebih dari satu instansi lintas kepentingan
sejak administrasi hingga bisnis. Apa yang terjadi? Perencanaannya
sepotong-sepotong, tak seiring sejalan. Arus air got pun mengikuti perencanaan
birokrasi dan kontraktor.
Sudahlah, sudah banyak got
yang ditutup permanen. Buat saya
sekarang yang terpenting adalah kewibawaan birokrasi untuk tegas membongkar
atap permanen got, dan kesadaran tingkat tinggi warga untuk tak menutup gotnya
secara permanen. Tutup bisa untuk kebutuhan akses, misalnya. Tapi tidak ditutup
permanen. Titik.
Sudah ditutup, tak
dibersihkan pula. Saya sering lihat ada orang-orang terpidana dari lembaga
pemasyarakatan yang turun ke jalan-jalan bekerja sambil diawasi sipirnya untuk
membersihkan trotoar (pedestrian) termasuk got. Situasi yang benar-benar aneh
menurut saya. Dimana orang-orang yang tinggal dan berusaha yang trotoar dan
gotnya dibersihkan itu? Pegawai negeri juga pernah saya lihat melakukan seperti
itu dalam apa yang disebut sebagai kerja bakti. Aneh!
Sampah dari got yang luber ke jalan Pue Bongo - Sis Aldjufri, beberapa waktu yang lalu |
Tapi satu hal yang paling
menarik dari kota ini (Palu) adalah tantangan bagi kita semua untuk
memperlakukan got di tempat kita tinggal, bekerja, berusaha, dengan baik.
Semoga!
No comments:
Post a Comment
Terima kasih, telah berkunjung ke blog saya