SEJAK
Rabu sore (11/4) ketika kabar gempa besar mengguncang sisi barat Pulau
Sumatera, kabar gempa susulan yang juga masih besar hingga Jumat siang (13/4)
masih saja terjadi di sana.
Gempa pertama
dengan kedalaman dangkal dan dengan kekuatan 8,5 SR itu tentu saja adalah gempa
dengan guncangan hebat. Pusat gempa berada di laut, dan dengan begitu, institusi
yang berwenang mengeluarkan informasi, Badan Metereologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) menyatakan peringatan tsunami.
Seluruh orang
was-was. Berharap tak ada kabar buruk dari sebagian wilayah yang menyebar dari
Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, dan
propinsi-propinsi lain di Pulau Sumatera yang berdekatan dengan pusat gempa itu.
Deteksi gempa menyebut pusat gempa berada dekat dari Kabupaten Simeulue, pulau
terluar di pantai barat Sumatera, masuk dalam wilayah administrasi Propinsi
NAD.
Kenangan
akan duka bencana dari gempa dan lalu tsunami yang menghantam NAD pada 26
Desember 2004 lalu masih membekas. Dalam kenangan itu, sebuah pulau yang
dikenal sebagai Simeulue, diprediksi akan lebih luluh lantak dibanding
daerah-daerah lainnya. Pusat gempa saat itu juga dekat dari Simeulue.
Tapi
prediksi itu tidak terjadi. Simeulue punya kearifan lokal memahami sejarah
kebencanaan, khususnya gempa dan tsunami. Tsunami dalam pemahaman orang
Simeulue dikenal dengan nama Smong.
Tanda-tanda
alam menyertai pemahaman bijak itu. Hewan-hewan beranjak ke ketinggian, termasuk
ketika peliharaan di rumah-rumah warga terlihat gelisah dan bertingkah laku
aneh. Pemahaman dasar lainnya yang juga menyertai tentunya ketika air laut di
pesisir surut tak seperti biasanya.
Setiap
daerah memiliki kearifan lokalnya yang turun secara turun temurun dan dimaknai
sebagai kebudayaan. Salah satunya misalnya menyatunya keseimbangan antara alam
dan pemahaman mahluk hidup yang tinggal pada alam itu. Tanggap pada fenomena
alam seperti yang terjadi pada masyarakat Simeulue dengan tradisi memahami
Smong (tsunami) itu adalah contohnya.
Sayangnya,
banyak kearifan lokal yang sudah semakin ditinggalkan karena dianggap tak
sejalan lagi dengan semangat zaman.
Gambar: merdeka.com
No comments:
Post a Comment
Terima kasih, telah berkunjung ke blog saya