Wednesday, March 20, 2013

Mengintip Peta Kreatif Palu


INFORMASI yang tak lagi berbatas ruang waktu itu berdampak juga akhirnya di sebuah kota yang bernama Palu.

Gelombang informasi itu memberi stimuls baru bagi hadirnya beragam kreatifitas bermotif bisnis –kemudian didefinisikan sebagai ekonomi kreatif. Secara umum, karena baru dalam konteks Indonesia dan lalu Palu, saya menyebutnya denyut –jika kemudian pertimbangan utamanya adalah perputaran uang dan angkatan kerja di sektor itu.

Ada banyak kendala, memang, dalam kebaruan yang didengung-dengungkan itu, oleh karena pelaku usaha ekonomi kreatif yang diidentikkan sebagai usaha mikro kecil menengah yang secara empiris identik pula dengan masalah akses pembiayaan/modal, akses pasar, manajemen usaha dan sumber daya, termasuk apresiasi atas produk barang atau jasa kreatif dan rentetan kendala lainnya.

Namun lebih daripada itu, potensi lain dari sana adalah para pelakunya –yang sebagian besar orang muda, berusaha menjadi pusat yang mengaktualisasi dirinya: berimajinasi, menciptakan produk barang dan jasa, juga mengatasi kendala-kendala, dengan modal utama kreatifitas dan intensitas promosi di media sosial internet (Blog, Facebook, Twitter, dll).   

sumber image


Dengan atau tanpa ekonomi kreatif yang didengungkan pemerintah dengan cetak birunya di 14 subsektor itu, kreatifitas sudah berdenyut di Palu. Meskipun ke 14 subsektor yang berciri urban itu terasa belum mewakili potensi usaha kreatif lainnya, misalnya kuliner atau yang berkaitan dengan sektor yang mengolah hasil bumi. Beberapa dari profil pelaku usahanya akan saya urai dari informasi terbatas yang saya kumpulkan (sebagian besar dari data event Palu Creative Fest yang diselenggarakan StepMagz pada 27-28 Desember 2012), belum termasuk sanggar-sanggar seni, seniman, komunitas-komunitas, penyelenggara acara, usaha kuliner, kerajinan (sofa rotan, bambu, dan ebony), radio, televisi, dan usaha kreatif lainnya yang sudah lama atau baru saja eksis. Atas alasan itu, saya berharap umpan balik dari pembaca, untuk kebutuhan memperkaya informasi atas tulisan ini.

Disusun tidak berdasarkan alfabet.


Ira Devi Miranty

Rendra Towidjoyo (Layanan computer dan piranti lunak)
Penulis buku-buku Teknologi Informasi



Cinerama (Musik)


Veky and Friends (Musik)





Jln. Katamso No. 11, Palu

IDEC (Riset dan pengembangan, Penerbitan)

Kompleks Dinas Pertanian Sulawesi Tengah



Jl. Ki Hajar Dewantoro No. 28



S22 (Percetakan, Fesyen)






MEDIA

SKETSA (Desain)

KAFE UJUNG (Film)

Koskosan Production (Film)
Eldiansyah

4 comments:

  1. Ekonomi kreatif sudah lama hadir...di Indonesia sejak Tahun 2004 Mari Elka Pangestu telah banyak menggagas soal itu yang bersektor di Kemenperidag. Namun belum banyak menggeliat karena masih parsial soal pemahaman Ekonomi Kreatif itu sendiri, apa karena soal kebijakan sehingga pendekatannya lebih pada lingkup Industri.

    Geliat Ekonomi Kreatif di Kota Palu sudah berjalan dengan sendirinya dengan mekanisme sosial tumbuh seperti yang ada sekarang ini. Soalnya kemudian adalah fasilitasi karena dua titik singgung soal sumber daya (alam, manusia dan materi).

    ReplyDelete
  2. Mungkin ini bisa dijadikan sedikit referensi, sementara tak kumpulin dengan format seperti di List ini https://twitter.com/_bleGong/lists

    ReplyDelete
  3. Tulisan yg informatif. Semoga temen-teman KPLI Palu berniat melanjutkan project maping yg sempat di presentasikan di Palu Creative Festival.

    *catatan blog
    warna background dan tulisan hampir sama jadi susah saya bacanya Kaks. :)

    ReplyDelete
  4. benar bud, warna lnk yang biru ya? ya,mengganggu. akan coba saya ulik cari warna yang lebih pas.

    maju terus, blegong... :)

    ya, sepakat anonymous... harusnya ekonomi kreatif mmg tdk membatasi ruanglingkupnya hny dlm 14 subsektor itu, karena sebagian besar indonesia adalah suburban

    ReplyDelete

Terima kasih, telah berkunjung ke blog saya

Postingan Sebelumnya..