Wednesday, August 28, 2013

Suatu Waktu di Perpusnas Salemba

semacam panduan sederhana yang memudahkan bagimu yang akan ke sana

Di Jakarta, selain tempat makan dan tempat nongkrong untuk ngopi dan ngobrol dengan kawan, tempat yang selalu ingin saya kunjungi adalah perpustakaan. Ada banyak perpustakaan di Jakarta yang dikelola oleh institusi non pemerintah macam lembaga-lembaga kebudayaan negara asing, lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, ataupun komunitas -dengan kekhasan koleksi masing-masing termasuk tempat hiburan macam kafe dan sejenisnya dengan beragam tawaran suasana. Gabungan antara hiburan dengan perpustakaan memang telah menjadi kebutuhan, menjadikan perpustakaan tak sekadar ruang yang mengasingkan dengan tata bangunan, rak buku, dan pustakawan yang semuanya kaku. Perpustakaan dituntut untuk tak sekadar menyediakan bahan bacaan macam buku, majalah, dan media konvensional cetak lainnya, tapi juga koneksi internet dan fasilitas audio-visual. 

Selasa (27/8) keinginan saya mengalami pelayanan di salah satu perpustakaan di Jakarta terpenuhi. Kali ini perpustakaan yang dikelola pemerintah, Perpustakaan Nasional (perpusnas) di jalan Salemba Raya.



Perpustakaan yang diresmikan mantan presiden Soeharto dan istrinya Siti Hartinah pada 11 Maret 1989 itu memiliki 4 bagian. Pada tiga bagian yang bertingkat adalah gedung untuk pengurusan ISBN (International Standard Book Number) atau angka buku standar internasional, semacam semat sidik jari (barcode) pada buku-buku sebelum diterbitkan, dan di dua bagian gedung yang lain adalah ruang baca. Di bagian depan untuk pengurusan ISBN bertingkat tujuh, dan dua bagian lainnya untuk administrasi, rak buku, dan ruang baca masing-masing bertingkat sembilan dan sebelas. Bangunan di depan ketiga gedung itu digunakan untuk ruang pertemuan, dan mungkin, ruang pejabat perpustakaan.

Semua pelayanan dasar di perpusnas gratis! Mengurus ISBN, asal persyaratanmu lengkap, kamu bisa menunggu 10-15 menit (saat ke sana saya sedang mengurus ISBN). Pengurusan juga bisa online atau pengiriman berkas persyaratan melalui faksimili. Untuk cara yang terakhir ini membutuhkan waktu, karena pengurusan dengan datang langsung ke sana akan diprioritaskan.

Untuk informasi pelayanan di gedung perpustakaan, akan saya buat dalam alur foto-foto berikut:    


Layanan internet di lantai dasar gedung tengah. Di lantai ini juga ada desk informasi, ruang pembuatan kartu anggota, dan locker untuk penitipan barang 
  
Komputer pengisian biodata untuk pembuatan kartu anggota. Siapkan identitasmu (KTP atau SIM) dan mengisi sendiri formulirnya melalui komputer. Setelahnya masuk ke ruangan di balik komputer-komputer itu

Jika tak antri, kamu akan segera difoto. Klik! kartu anggotamu langsung jadi dan berlaku selama 5 tahun! Kemarin saya hanya butuh waktu kira-kira 5 menit untuk buat ini. 3 menit isi formulir, 2 menit untuk foto dan cetak kartu. Gratis!


Tas yang kamu bawa dari rumah akan dititip di locker bernomor. Akan diberikan kunci locker, tas plastik untuk mengganti tasmu dan membawa barang yang akan kau bawa ke ruang baca, dan nomor titipan


Katalog online di lantai dua, tempat penelusuran buku. Serupa Google, kolom pencarian/penelusuran menggunakan kata-kata kunci sebagai subyek pencarian. Akan lebih baik jika kamu tahu judul atau nama penulis/pengarang buku. Hasil penelusuran akan memberikan informasi di lantai berapa bacaan yang kau cari berada


Mintalah pada petugas form berikut (permintaan) setelah penelusuran. Buku-buku yang kau dapatkan di penelusuran detil informasinya diisi di form itu. Lokasi tempat buku yang telah kau telusuri (kolom kiri atas) selanjutnya akan ditandai oleh petugas. Pada foto menunjukkan buku yang saya cari berada di lantai 5 (V).


Tak perlu masuk ke ruangan yang berisi rak-rak buku. Setelah sampai di lantai-lantai yang direkomendasikan, form "permintaan" hasil penelusuran diserahkan pada pustakawan. Kita menunggu di ruang baca. Setelah membaca, buku tak boleh ditinggalkan di meja. Harus dikembalikan pada pustakawan.


Jam pelayanan perpustakaan. Khusus untuk ruangan deposit (buku-buku langka) pelayanan hanya sampai pada pukul 15.00

Suasana di lantai 2 (ruang katalog online). Seorang anak menemani ibunya mencari buku. Buku dan perpustakaan memang harus diperkenalkan, didekatkan, dibiasakan pada mereka sedari kecil untuk membangun kebiasan
Pacaran di perpustakaan adalah hal yang juga harus dibiasakan dalam kehidupan bersama pasangan. Membahagiakan! :)

Selain perpusnas, perpustakaan yang dikelola pemerintah yang koleksi bukunya lumayan adalah perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Senayan atau perpustakaan Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat (saya belum pernah ke perpustakaan ini yang katanya megah itu). Berikut ini adalah perpustakaan-perpustakaan dengan koleksi bacaan khusus dan dengan suasana yang mengasyikkan.

- Reading Room
- Goethe Institut (Lembaga Kebudayaan Jerman)
- The Centre for Strategic and International Studies (CSIS)
- KITLV
- Institut Francais Indonesia (lembaga Kebudayaan Prancis)
- Freedom Institute

Tentu saja masih ada banyak perpustakaan di Jakarta yang belum tercantum dalam tulisan ini, karena keterbatasan informasi yang saya miliki dan karena belum punya pengalaman mengunjungi perpustakaan-perpustakaan yang belum tercantum itu. Tanggapan dari kawan-kawan yang membaca postingan ini terkait tempat harta karun peradaban itu tentu saja akan sangat saya nantikan. Akhirnya, mari ke perpustakaan.     

Sunday, August 25, 2013

Bhinneka Metal Ika

Mengenang Ipank Nocturno



Sebuah tanya dari kicau akun Twitter seorang kawan @Puthutea sehari sebelum Metallica naik panggung (25/8). “Sebetulnya apa yang menarik dari Metallica?” Saya membalas kicau itu: “kenangan”.

20 tahun lalu, April 1993, Metallica manggung di stadion Lebak Bulus Jakarta. Berita-berita tentang konser itu hanya saya ikuti dari majalah remaja Hai. Belum begitu jauh dari situ ketika saya menyukai band rock dari negeri Paman Sam itu oleh seorang kawan yang telah berpulang. Namanya Ipank.

http://2.bp.blogspot.com/-fNMu_kJtQYI/UXh8cAQM-GI/AAAAAAAABwI/m4-myPPEXhU/s640/HAI+Metallica+(1).JPG

Sebagai anak jaksa yang kerja orang tuanya berpindah-pindah, Ipank datang ke Palu dan membentuk sebuah band sekolah yang mereka beri nama Nocturno. Sebagai penyanyi di band itu, referensinya hanya satu: Metallica. The Unforgiven pernah dibuatnya menjadi koor dalam sebuah festival di Gedung Olah Raga Palu (1992) dan membuat band bentukannya itu menjadi band favorit yang selalu saya kenang.  

Dua intro yang selalu dimainkannya di saat-saat kami nongkrong dengan gitar kopong, Fade to Black dan Enter Sandman. Serupa genit ketika kali pertama pegang gitar dan belum sah rasanya bagi anak band jika tidak tahu memainkan intro gitar lagu Scorpion Always Somewhere atau Love of My Life punya Queen. Saya minta diajari kord lagu-lagu Metallica itu padanya, menghapal lirik-liriknya, lalu memainkannya sendirian di depan kaca di dalam kamar, membayangkan menjadi Hetfield di atas panggung yang ditonton teman-teman dan pujaan hati.

Jatuh cinta dan era pemberontakan masa muda dimulai. Pagi siang malam, dari dalam kamar yang terkunci hentakan Seek and Destroy, Blackened,  One, Ride the Lightning, Master of Puppets, dan entah apa lagi hits Metallica sebelum album Load dan seterusnya, berdentam. Dinding kamar tak ketinggalan. dihiasi poster-poster Metallica formasi ketika basis Jason Newstead masih ada.

http://sphotos-e.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/262649_2102619454255_2159165_n.jpg

Saat itu tak mungkin rasanya minta dibekali orang tua untuk datang ke Jakarta hanya agar bisa nonton Metallica. Tapi mungkin sekali rasanya ketika 20 tahun kemudian pada tahun 2013 saya harus mewujudkannya. Serupa naik haji. Kali ini harus datang dan mabrur. Massa berkeliling serupa tawaf mencari pintu-pintu masuk dengan penjagaan ketat. Gerah, saya merasa harus membuka baju untuk ikut berguncang dengan ribuan penonton yang berdiri di area festival, tak begitu jauh dari bibir panggung.

Di Gelora Bung Karno (GBK), penonton dan Metallica sama-sama berbagi energi. Tak ada yang senja dari mereka. Permainan gitar dan aksi keliling panggung James Hetfield (50 tahun) dan Kirk Hammet (50 tahun) masih lincah. Begitu juga gebukan drum Lars Ulrich (49 tahun) yang masih bertenaga, stabil selama hampir dua jam lebih pertunjukan dan membawakan 20 lagu. Robert Trujillo yang telah menjadi basis ketiga setelah Cliff Burton dan Jason Newstead tak kalah gila, bak putaran gasing, rambut cacingnya yang headbanging di hampir setiap lagu bertempo cepat, tampak serupa gurita yang terluka.


Saya memantau informasi dari Wendy Putranto, wartawan Rolling Stone Indonesia, metalhead yang datang ke GBK tak hanya dari pulau Jawa. Saya bertemu beberapa kawan yang datang dengan rombongannya dari Makassar (@EvaMoa @ikoMd). Saya merasa beruntung menjadi salah satu dari ribuan pasang mata yang ikut menyaksikan band yang akan dan telah jadi catatan sejarah musik dunia itu.

Darkness imprisoning me
All that I see
Absolute horror
I cannot live
I cannot die
Trapped in myself
Body my holding cell
(Reffrain One, 1990)

Cuaca malam Jakarta yang bersahabat. Saya selalu saja mendongak ke atas, mengingat Ipank yang tak lagi bertemu dan bertukar kabar setelah pindah ke Jakarta pada akhir 1998. Hanya kabar usahanya melawan ketergantungan narkoba dan lalu kabar duka yang simpang-siur. Tapi saya yakin dari kejauhan yang sesekali kupandangi itu dia ikut menonton idolanya, Metallica!


















Pintu festival dibuka pukul 17.00








































Gelang event sebagai akses selain tiket

















Bertemu Ipang (@ipanglazuardi), vokalis BIP setelah konser


Postingan Sebelumnya..