Wednesday, August 8, 2007

Odong-odong


The most trouble maker toys. Disini orang suka bilang hoya-hoya. Termasuk Jade, anak perempuan saya, yang tahu benar odong-odong sedang mendekat, sekalipun jaraknya dari rumah kami masih kurang lebih 50an meter. Speaker cempreng yang disetel lagu anak-anak dengan keras adalah khas odong-odong.

Odong-odongnya tidak dipanggil? Repot! tapi dipanggil juga pasti repot. Ini karena anak kecil seumur Jade (2 tahunan) yang masih balita itu egoisnya tinggi. Tak puas sekalipun sudah 3-4 judul lagu lewat. Sejudul Rp. 1000. hmmm… seringkali sad ending. Jade menangis. Juga temannya, anak-anak tetangga. Odong-odong harus jalan ke tempat lain mencari rejeki dari anak-anak yang lain.

Ada alokasi budget konsumsi sekitar 5000an per 2 atau 3 hari. Tapi juga sama seperti saya. Bahkan lebih tidak baik karena setiap hari. Rokok.

Odong-odong. Ini mainan impor anak-anak dari Klaten. Seperti kata Wahyudi, pengayuh odong-odong. Menurutnya ada semacam industri rumahan yang memproduksi odong-odong di Klaten, yang hasil produksi menyebar ke banyak daerah di Indonesia, termasuk Palu. (baca juga, http://www.liputan6.com/news/?c_id=3&id=143694)

Harga odong-odong bervariasi. Berkisar diantara 7-8 juta untuk 1 odong-odong. Odong-odong Wahyudi berlabel 6 juta. Dia beli langsung dari sana. Tapi itu belum termasuk ongkos kirim dari Klaten. Lagipula odong-odong Wahyudi statusnya kredit. Dan rasanya belum ada lembaga fundraising untuk odong-odong. Ini yang membuat Wahyudi sedikit resah.

Sehari keuntungan bersih Wahyudi dikisaran 200-300 ribu. Itu kalo narik dari pagi. Kalau keluarnya sore, keuntungan ada dibawah angka itu. Modalnya? Rokok. Sekalipun tak baik buat kesehatan seorang pengayuh odong-odong. Kata Wahyudi sampai sekarang ini keuntungannya masih lebih banyak dia sisihkan buat kredit.

Wahyudi tidak sendiri. Bersama kakaknya, pemuda dengan logat jawa timuran yang masih kuat itu –meski sudah sedikit bercampur dengan irama ucap orang Palu, merasa bisnis odong-odong punya prospek bagus dengan nada mantap. “Ada 2 di Parigi, 2 di Luwuk yang sudah kami kirim.”

Wahyudi kecil tinggal bersama keluarganya yang transmigran dari Banyuwangi. Lahir dan besar di Kotaraya, pantai timur Sulawesi Tengah. Bersama kakaknya, Wahyudi merintis bisnis mainan ini dari rumah petakan yang dia kontrak dibilangan jalan Tanjung Satu. Ada 10 odong-odong yang beroperasi di Palu ini, katanya. Tapi juga ada beberapa “pemain” lain yang juga berbisnis sama. Tapi tak sebanyak Wahyudi cum suis.

Saya suka sarkastik padanya. Tapi tak benar-benar berniat sarkas. Soal lama lagu. Tahu sendiri lagu anak-anak yang rata-rata paling lama cuma 3 menitan itu. Hahaha… “Tek kotek kotek kotek, anak ayam turun berkotek…” biasanya lagu itu. Dua kali refrain, dan selesai. Rasanya begitu cepat. Tapi saya pikir, lagi-lagi sama juga seperti rokok durasinya soal konsumtif.

Soal mainan saya jadi ingat terus rindu pada mainan saya sewaktu kecil. Katapel yang menggantung dileher, klahar si perusak aspal, dodorobe, sesekali main gulungan karet dengan anak perempuan, kadende, benteng, atau yang sedikit teknologis, atari, dan masih banyak lagi. Susah temukan pemandangan macam itu jaman sekarang. Termasuk makanan macam putu (dari beras pulut yang dimakan dengan duo) atau kue kelapa kering (kata orang kue menjilat matahari) yang dibungkus kubus dengan kertas minyak warna-warni. Yang cara makannya harus menengadah keatas. Yang masih terlihat eksis dan tak bisa digerus waktu mungkin layang-layang.

Playstation tentu saja jauh lebih menarik dari semuanya yang saya sebut diatas.

Dan Wahyudi mencoba membuat kemungkinan baru dari ketertarikan lain anak-anak pada beragamnya mainan anak-anak.

Suatu malam saya melihatnya melintas didepan rumah. Sudah larut. Sepertinya akan pulang. Lagunya tak seperti biasanya. Lagu orang dewasa dan disetel tidak terlalu keras. Lagu hits band Drive, Bersama Bintang. “tidurlah / selamat malam / lupakan sajalah aku / mimpilah / dalam tidurmu / bersama bintang” hmmm…

Mungkin untuk sedikit mengusir penat, meringankan capek betis kaki yang mengayuh seharian. Wahyudi kan juga...hmmm

Foto: NeMu (searah jarum jam: Jade, Wahyudi, Gita, Thirza)

Postingan Sebelumnya..